Membangun Peternakan Intensif yang Efisien, Produktif, dan Ramah Lingkungan

Oleh : Dayat Hermawan (Widyaiswara Madya – BBPKH Cinagara)

Sub sektor peternakan memegang peran strategis dalam mendukung ketahanan pangan nasional dan pertumbuhan ekonomi, terutama di negara agraris seperti Indonesia. Produk peternakan seperti daging, telur, dan susu merupakan sumber utama protein hewani yang sangat dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan manusia. Ketersediaan protein hewani yang cukup, berkualitas, dan terjangkau menjadi salah satu indikator utama dalam mewujudkan ketahanan pangan yang menyeluruh.

Di sisi lain, sub sektor ini juga memberikan kontribusi signifikan terhadap ekonomi nasional, khususnya dalam menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan mendorong pertumbuhan industri berbasis agribisnis. Ribuan (bahkan mungkin jutaan) peternak rakyat, pelaku usaha kecil dan menengah, serta bagian hilir seperti rumah potong hewan dan industri pengolahan produk hewani menggantungkan mata pencahariannya pada keberlanjutan usaha peternakan.

Selain itu, sub sektor peternakan berperan dalam pemanfaatan limbah pertanian menjadi pakan, integrasi dengan pertanian (mixed farming), serta mendukung ekonomi sirkular berbasis desa. Dalam konteks ini, pengembangan sistem peternakan yang efisien, produktif, dan berkelanjutan bukan hanya menjadi pilihan, tetapi kebutuhan untuk menjawab tantangan pangan masa depan dan meningkatkan daya saing ekonomi nasional.

Oleh karena itu, memperkuat sub sektor peternakan, baik melalui peningkatan produktivitas, penguatan kelembagaan peternak, maupun adopsi teknologi tepat guna, merupakan langkah krusial dalam memperkuat fondasi ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Sistem budidaya peternakan tradisional masih mendominasi pola usaha peternakan rakyat di berbagai wilayah Indonesia. Meskipun memiliki nilai historis dan kearifan lokal yang kuat, model ini menghadapi berbagai tantangan krusial yang menghambat peningkatan produksi dan daya saing sub sektor peternakan secara nasional.

Salah satu tantangan utama adalah produktivitas yang masih rendah. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti pemilihan genetik ternak (bibit) yang belum optimal, manajemen pemeliharaan yang sederhana, dan minimnya penerapan teknologi budidaya modern. Akibatnya, pertumbuhan ternak lambat, angka kematian tinggi, dan output hasil ternak cenderung tidak konsisten.

Selain itu, efisiensi dalam penggunaan pakan juga menjadi persoalan utama. Peternak tradisional umumnya menggunakan pakan seadanya dari limbah pertanian atau hijauan liar tanpa memperhitungkan kebutuhan nutrisi ternak secara ilmiah. Hal ini menyebabkan rasio konversi pakan terhadap daging, susu, ataupun telur menjadi tidak efisien, meningkatkan biaya produksi, dan memperlambat performa ternak.

Keterbatasan lahan juga menjadi hambatan besar, terutama di daerah padat penduduk atau wilayah urban. Sistem ekstensif yang membutuhkan area luas untuk penggembalaan atau penanaman hijauan tidak lagi relevan dalam kondisi lahan yang semakin sempit. Akibatnya, peternakan tradisional sulit berkembang dan beradaptasi terhadap dinamika kebutuhan pangan yang terus meningkat.

Oleh karena itu, diperlukan transformasi menuju sistem peternakan yang lebih modern dan efisien, seperti peternakan intensif dan modern, yang mampu menjawab tantangan-tantangan tersebut melalui pendekatan teknologi, manajemen berbasis data, dan efisiensi sumber daya.

Download Untuk Artikel Selengkapnya :

Lampiran File Download
1 Membangun Peternakan Intensif yang Efisien Produktif dan Ramah Lingkungan (Download)