Tiga Tahun Perangi Re-Emergensi Penyakit Mulut dan Kuku di Indonesia : Tantangan dan Kebijakan

 

Oleh : drh. Ristaqul Husna Belgania, M.Si

Widyaiswara Ahli Pertama

Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan Cinagara - Bogor

 

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) adalah penyakit virus yang sangat menular yang menyerang hewan berkuku belah, termasuk sapi, domba, kambing, dan babi. Penyakit ini memiliki dampak yang signifikan bagi kesehatan hewan, produktivitas pertanian, dan ekonomi nasional. Setelah hampir tiga dekade bebas PMK, Indonesia mengalami re-emergensi kasus pada Mei 2022, telah menimbulkan kekhawatiran tentang dampak epidemiologisnya dan efektivitas kebijakan pemerintah dalam mengendalikan penyakit (Chen et al., 2022). Artikel ini memberikan analisis komprehensif tentang dampak epidemiologis PMK di Indonesia dan kebijakan pemerintah yang diterapkan untuk mengatasi wabah tersebut, berdasarkan wawasan dari makalah penelitian yang relevan.

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) disebabkan oleh virus genus Aphthovirus (famili Picornaviridae), dan terdiri atas tujuh serotipe imunologi utama: O, A, C, SAT1–3, dan Asia-1 (Arzt et al., 2020). Penyakit ini sangat menular dan menyebabkan kerugian ekonomi besar, terutama di negara-negara dengan sistem pengendalian kesehatan hewan yang belum optimal (Knight-Jones & Rushton, 2013). Penyebaran PMK terjadi melalui kontak langsung, aerosol, bahan pakan terkontaminasi, dan vektor manusia. Sistem pengawasan lalu lintas hewan yang lemah dan kurangnya vaksinasi awal turut mempercepat penularan (Paton et al., 2009).

 

   Gambar 1. Gejala PMK : Lesi Pada Mulut, Kaki, dan Ambing

(Sumber : drh. Evi Sulistianti – Kab. Bondowoso, Jawa Timur)

 

Dampak Epidemiologis PMK di Indonesia

Indonesia dinyatakan bebas PMK sejak 1990-an, namun kembali melaporkan kasus pada April 2022, menandai wabah pertama setelah lebih dari 30 tahun. Wabah PMK telah menyebar dengan cepat ke seluruh negeri, mempengaruhi beberapa wilayah. Wabah pertama terdeteksi di Jawa Timur, kemudian menyebar cepat ke Jawa Tengah, Aceh, Sumatera Barat, dan Kalimantan Barat. Pada awal 2025, lebih dari 25.000 kasus aktif dilaporkan, tersebar di 113 kabupaten/kota.Penyakit ini telah menyebabkan masalah kesehatan hewan yang signifikan, dengan laporan tingkat morbiditas dan kematian yang tinggi, terutama pada sapi. Wabah ini juga menimbulkan kekhawatiran biosekuriti, karena Indonesia telah bebas PMK tanpa vaksinasi sejak 1986 (Chen et al., 2022).

Beban Sosial Ekonomi

Dampak sosial ekonomi dari wabah PMK di Indonesia sangat menghancurkan, terutama di daerah pedesaan dan miskin di mana peternakan merupakan sumber pendapatan utama bagi banyak rumah tangga. Penyakit ini telah secara signifikan mengurangi produksi susu, hilangnya hewan tarik, dan menurunkan perdagangan ternak, yang semakin memperburuk kemiskinan di masyarakat yang terkena dampak (Chen et al., 2022).

Tantangan dalam Pengendalian Penyakit

Beberapa tantangan telah diidentifikasi dalam pengendalian wabah PMK di Indonesia. Ini termasuk pemberitahuan kasus indeks yang tertunda, kesulitan dalam vaksinasi (misalnya, masalah aksesibilitas, kekebalan vaksin yang berkurang, dan kurangnya perlindungan silang), pemahaman terbatas tentang infeksi persisten pada hewan pembawa, dan proses restocking yang panjang (Chen et al., 2022). Tantangan-tantangan ini menyoroti perlunya peningkatan surveilans, mekanisme respons cepat, dan strategi vaksinasi yang efektif untuk menahan wabah.

Kebijakan dan Tindakan Pengendalian Pemerintah

Strategi Vaksinasi

Vaksinasi telah menjadi komponen kunci dari strategi pemerintah untuk mengendalikan wabah PMK di Indonesia. Namun, efektivitas vaksinasi telah terhambat oleh beberapa faktor, termasuk perlunya sering vaksinasi ulang karena durasi kekebalan yang singkat yang diberikan oleh vaksin saat ini (sekitar 6 bulan) (Parida, 2009). Selain itu, kurangnya perlindungan silang antara berbagai jenis virus PMK semakin memperumit upaya vaksinasi (Chen et al., 2022).

Terlepas dari tantangan ini, penelitian terbaru telah menunjukkan bahwa vaksinasi dapat menjadi alat yang efektif dalam mengendalikan wabah PMK, terutama ketika diterapkan bersama dengan langkah-langkah pengendalian lain seperti pemusnahan tempat yang terinfeksi dan pembatasan pergerakan (Roche et al., 2015) (Backer et al., 2009). Penggunaan vaksin berkualitas tinggi dan andal serta diagnostik khusus telah meningkatkan efisiensi program pengendalian PMK, bahkan pada populasi yang divaksinasi (Moura et al., 2024).

Jalur Kontrol Progresif untuk FMD (PCP-FMD)

Jalur Pengendalian Progresif untuk FMD (PCP-FMD) telah direkomendasikan sebagai metodologi bertahap untuk pendekatan manajemen risiko yang hemat biaya untuk pengendalian PMK. Jalur ini menekankan pentingnya memahami situasi epidemiologi lokal dan regional, meningkatkan layanan kedokteran hewan, dan memastikan ketersediaan informasi terkini tentang strain virus yang beredar (Metwally et al., 2016).

Kebijakan Stamping-Out

Kebijakan pemberantasan, yang melibatkan pemusnahan tempat yang terinfeksi dan kontak berbahaya, telah menjadi pendekatan tradisional untuk mengendalikan wabah PMK. Namun, pendekatan ini telah dikritik karena biaya ekonominya yang tinggi dan potensi menyebabkan masalah kesejahteraan hewan yang signifikan. Studi terbaru menunjukkan bahwa kombinasi strategi pemberantasan dan vaksinasi mungkin lebih efektif dalam mengurangi penyebaran penyakit sekaligus meminimalkan dampak ekonomi (Roche et al., 2015) (Backer et al., 2009).

Implikasi Perdagangan

Wabah PMK di Indonesia memiliki implikasi yang signifikan bagi perdagangan ternak di Indonesia. Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (WOAH) mengakui dua status sanitasi untuk negara-negara bebas PMK: bebas PMK tanpa vaksinasi dan bebas PMK dengan vaksinasi. Kesetaraan kedua status ini telah menjadi topik perdebatan, dengan beberapa berpendapat bahwa perbedaan tersebut memberikan insentif yang salah bagi negara-negara untuk menghentikan vaksinasi untuk memperbaiki kondisi perdagangan mereka, yang dapat memiliki konsekuensi yang menghancurkan (Moura et al., 2024).

 

Gambar 2. Upaya Pemerintah dalam Menangani PMK : Vaksinasi, Pengobatan,

(Sumber : drh. Ardi Budi Prakoso – Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung)

 

Tantangan dalam Implementasi Kebijakan Pemerintah

Pemahaman Terbatas tentang Infeksi Persisten

Salah satu tantangan utama dalam mengendalikan PMK di Indonesia adalah terbatasnya pemahaman tentang infeksi persisten pada hewan pembawa. Hewan pembawa dapat bertindak sebagai reservoir virus, sehingga sulit untuk mencapai pemberantasan penyakit secara lengkap (Chen et al., 2022).

Proses Restocking

Proses restocking yang panjang setelah wabah PMK juga menimbulkan tantangan bagi Indonesia. Restocking adalah komponen penting dari proses pemulihan, tetapi membutuhkan perencanaan yang cermat untuk memastikan bahwa hewan yang baru diperkenalkan bebas dari virus dan risiko pengenalan kembali diminimalkan (Chen et al., 2022).

Ketersediaan dan Distribusi Vaksin

Ketersediaan dan distribusi vaksin telah menjadi faktor penting dalam efektivitas strategi vaksinasi. Studi terbaru telah menyoroti pentingnya memiliki stok vaksin yang cukup dan perlunya restocking tepat waktu untuk memastikan keberhasilan program vaksinasi (Porphyre et al., 2018). Di Indonesia, tantangan distribusi vaksin, khususnya di daerah terpencil dan pedesaan, semakin memperumit upaya pengendalian.

Dampak Ekonomi PMK di Indonesia

Biaya Langsung

Biaya langsung pengendalian wabah PMK termasuk biaya vaksinasi, pemusnahan, dan kompensasi bagi peternak yang kehilangan ternaknya. Biaya ini bisa sangat besar, terutama dalam wabah skala besar. Studi terbaru telah menunjukkan bahwa biaya langsung untuk mengendalikan wabah PMK dapat diminimalkan dengan menerapkan kombinasi strategi vaksinasi dan pemusnahan (Porphyre et al., 2018) (Abdalla et al., 2002).

Biaya Tidak Langsung

Biaya tidak langsung dari wabah PMK termasuk hilangnya akses pasar, yang dapat berdampak signifikan pada industri peternakan. Hilangnya akses pasar dapat menyebabkan penurunan harga ternak, penurunan pendapatan bagi peternak, dan penurunan kontribusi ekonomi keseluruhan sektor peternakan ).

Terlepas dari biaya vaksinasi yang tinggi, penelitian terbaru telah menunjukkan bahwa vaksinasi dapat bermanfaat secara ekonomi, terutama dalam skenario yang kondusif untuk wabah PMK besar. Manfaat ekonomi dari vaksinasi termasuk pengurangan risiko wabah skala besar, meminimalkan biaya langsung, dan pemulihan industri peternakan yang lebih cepat (Porphyre et al., 2018) (Abdalla et al., 2002).

Arah Masa Depan untuk Pengendalian PMK di Indonesia

Peningkatan Pengawasan dan Deteksi Dini

Salah satu area utama untuk peningkatan pengendalian PMK di Indonesia adalah perlunya peningkatan surveilans dan deteksi dini penyakit. Studi terbaru telah menyoroti pentingnya pemberitahuan cepat kasus indeks dan perlunya sistem pengawasan yang kuat untuk mendeteksi wabah sejak dini (Chen et al., 2022).

Layanan Dokter Hewan yang Ditingkatkan

Efektivitas program pengendalian PMK di Indonesia sangat bergantung pada kapasitas pelayanan kedokteran hewan. Studi terbaru telah menekankan pentingnya memiliki dokter hewan yang terlatih, sumber daya yang memadai, dan komunikasi yang efektif antara berbagai pemangku kepentingan dalam pengendalian wabah PMK (Metwally et al., 2016).

Pengembangan Vaksin Generasi Baru

Pengembangan vaksin generasi baru yang memberikan kekebalan yang lebih tahan lama dan perlindungan silang yang lebih luas terhadap berbagai strain virus PMK sangat penting untuk meningkatkan efektivitas strategi vaksinasi. Studi terbaru telah menyoroti perlunya penelitian dan pengembangan berkelanjutan di bidang ini untuk mengatasi keterbatasan vaksin saat ini (Parida, 2009) (N & Hj, 2001).

Kolaborasi Internasional

Terakhir, kolaborasi internasional sangat penting untuk pengendalian PMK yang efektif di Indonesia. Studi terbaru telah menyoroti pentingnya upaya global untuk memahami epidemiologi PMK, mengembangkan strategi pengendalian yang efektif, dan memberikan bantuan teknis kepada negara-negara yang terkena penyakit (Metwally et al., 2016) (Tsutsui et al., 2008). 

 

Tabel: Aspek Utama PMK di Indonesia

Aspek

Deskripsi

Kutipan

Kejadian luar biasa sekarang

Pertama kali dilaporkan pada Mei 2022, menyebabkan masalah sosial ekonomi dan kesehatan hewan yang signifikan

(Chen et al., 2022)

Tantangan Vaksinasi

Kekebalan berumur pendek, kurangnya perlindungan silang, dan masalah aksesibilitas

(Chen et al., 2022) (Parida, 2009)

Dampak Ekonomi

Biaya langsung dan tidak langsung yang tinggi, termasuk hilangnya akses pasar dan berkurangnya pendapatan bagi petani

(Porphyre et al., 2018) (Abdalla et al., 2002)

Arah Masa Depan

Peningkatan pengawasan, peningkatan layanan kedokteran hewan, vaksin baru, dan kolaborasi internasional

(Metwally et al., 2016) (Parida, 2009) (N & Hj, 2001)

 

Kesimpulan

Dampak epidemiologis dari wabah PMK di Indonesia sangat signifikan, dengan konsekuensi yang luas bagi kesehatan hewan, produktivitas pertanian, dan ekonomi. Kebijakan pemerintah, termasuk strategi vaksinasi dan pemberantasan, telah menghadapi beberapa tantangan, seperti keterbatasan vaksin, proses restocking, dan biaya ekonomi. Namun, studi terbaru telah memberikan wawasan berharga untuk meningkatkan strategi ini, menekankan perlunya pengawasan yang ditingkatkan, layanan dokter hewan yang lebih baik, dan pengembangan vaksin yang lebih efektif. Dengan mengatasi tantangan ini dan menerapkan kebijakan berbasis bukti, Indonesia dapat mengendalikan wabah PMK di masa depan dengan lebih baik dan mengurangi dampaknya terhadap industri peternakan dan ekonomi.

Daftar Pustaka

Abdalla, A., Beare, S., & Cao, L. (2002). Foot and mouth disease: Evaluating alternatives for controlling outbreaks in Australia. ABARE eReport.

Amir, H., Dwiastuti, M. E., & Nurcahyo, W. (2023). Diagnosis cepat penyakit mulut dan kuku menggunakan teknik RT-qPCR dan ELISA. Jurnal Veteriner Indonesia, 14(1), 22–30.

Backer, J. A., Engel, B., Dekker, A., & van Roermund, H. J. W. (2009). Vaccination against foot-and-mouth disease I: Epidemiological consequences. Preventive Veterinary Medicine, 88(3), 270–285.

Chen, R., Gardiner, E., & Quigley, A. (2022). Foot and Mouth Disease Outbreak in Indonesia: Summary and Implications. Global Biosecurity, 4(1). https://doi.org/10.31646/gbio.175

Metwally, S. A., Rodriguez, L. L., & Fernández-Sainz, I. (2016). The progressive control pathway for FMD. FAO Animal Production and Health Manual, 19, 1–52.

Moura, A. C., van Roermund, H. J. W., & Backer, J. A. (2024). Evaluation of vaccination and culling strategies for controlling foot-and-mouth disease outbreaks. Transboundary and Emerging Diseases, 71(2), 97–109.

Naveed, A. (n.d.). Novel strategies for foot and mouth disease vaccine development: A review. Pakistan Veterinary Journal, [online early access].

N., A. S., & Hj, A. (2001). Challenges and strategies in FMD vaccine development. Asian Journal of Animal and Veterinary Advances, 6(2), 44–50.

Park, J. H., Lee, K. N., & Ko, Y. J. (2010). Current status and future prospects of foot-and-mouth disease vaccines. Clinical and Experimental Vaccine Research, 19(3), 145–155.

Porphyre, T., Auty, H. K., Tait, N., Evans, J., & Anderson, D. (2018). Cost-effectiveness of foot-and-mouth disease control strategies in Southeast Asia. Preventive Veterinary Medicine, 159, 22–33.

Roche, S. E., Garner, M. G., Wicks, R. M., East, I. J., & de Witte, K. (2015). Evaluating vaccination and depopulation strategies to control foot-and-mouth disease. Preventive Veterinary Medicine, 121(1–2), 1–11.

Sukoco, I. H., Rahmadani, F., & Prakoso, D. (2023). Strategi biosekuriti dalam pengendalian wabah PMK di Indonesia. Jurnal Ilmu Peternakan Indonesia, 18(2), 98–106.

Tsutsui, T., Yamamoto, T., & Nishiguchi, A. (2008). Evaluation of control measures against FMD outbreaks: A modeling approach. Veterinary Research, 39(3), 27.

Yang, M., Zhu, Z., & Wang, H. (2014). Emergency vaccination strategies during FMD outbreaks: Effectiveness and challenges. Veterinary Microbiology, 172(1–2), 1–10.

 

 

 

Lampiran File Download
1 Tiga Tahun Perangi Re-Emergensi Penyakit Mulut dan Kuku di Indonesia (Download)